Tribun Kaltim – Kamis, 6 Desember 2012 11:28 WITA
SANGATTA, tribunkaltim.co.id- Dampak penurunan harga dunia komoditi batu bara akhirnya sampai juga pada karyawan. Di Kabupaten Kutai Timur, sudah ratusan pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan.
Kondisi ini dinilai pihak perusahaan bisa bertambah buruk bilamana penetapan Upah Minimum Sektor Kabupaten (UMSK) pertambangan batu bara melonjak tinggi di atas UMK. Demikian disampaikan Site Manager PT Budhi Wiguna Perkasa (BWP), Samsuri.
“UMK Kutim sudah ditetapkan Rp 1.765.000. Penerapannya tinggal menunggu SK Gubernur Kaltim. Sedangkan menurut aturan, besaran UMSK minimal 5% di atas UMK,” kata Samsuri, Rabu (5/12/2012).
Masalahnya, dalam perundingan, usulan kenaikan yang mengemuka bisa mencapai 15%. “Umumnya pembahasan alot. Kalau kenaikannya 10 sampai 15%, UMSK pertambangan Kutim bisa di atas Rp 2 juta. Dan ini sangat memberatkan bagi perusahaan,” katanya.
Samsuri, yang juga merupakan anggota Apindo Kutim, berharap pemerintah dan kalangan pekerja bisa memahami kondisi dunia usaha batu bara yang saat ini lesu. Juga perlu dibangun saling pengertian antar para pihak.
“Paling tidak bisa dibangun saling pengertian antara pemerintah, pekerja, dan perusahaan. Kita ingin sama-sama hidup dan bisa bertahan. Pengusaha dan buruh saling membutuhkan. Daerah juga akan mendapatkan peningkatan PAD bilamana dunia usaha kondusif,” katanya.
Untuk internal PT BWP sendiri, saat ini pihaknya sedang mengusulkan pengaturan ulang overtime atau lembur. Hal ini untuk menjaga kondusifitas usaha di tengah turunnya harga dunia komoditi batu bara.
“Ada tiga faktor yang menjadi tantangan dunia usaha saat ini. Yaitu turunnya harga dunia komoditi batu bara, kenaikan UMP dan UMK secara signifikan, juga adanya efisiensi dari perusahaan pertambangan,” katanya. Efisiensi ini berdampak para penurunan nilai kontrak dan penurunan volume pekerjaan.
“Kami adalah kontraktor di bidang hauling, water treatment, dan civil construction. Ketika ada pengetatan dari perusahaan pertambangan, kami juga harus melakukan efisiensi di berbagai lini,” katanya. Yang sudah dilakukan adalah pemotongan tunjangan komunikasi supervisor dan penempatan pekerja di Bengalon di rumah barak setelah sebelumnya di hotel.
“Adapun untuk PHK dan perumahan karyawan, kami berupaya menghindari. Saat ini kami akan berunding terkait pengaturan ulang jam lembur. Kalau shift kerja sejauh ini belum ada perubahan,” katanya.
Sementara itu, sumber Tribun di PT Madani, Rabu (5/12), mengatakan perusahaan telah merumahkan 101 karyawan dari 190 karyawan yang ada karena kontrak kerjasama dengan perusahaan pertambangan belum berlanjut. Perumahan karyawan dilakukan per 15 November 2012.
Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminal Sosial Tenaga Kerja Disnakertrans Kabupaten Kutai Timur, yang juga Sekretaris Dewan Pengupahan Kutim, Thamrin, mengatakan proses PHK, perumahan karyawan, maupun pengaturan ulang jam kerja akibat turunnya haraga dunia komoditi batu bara mulai berlangsung awal Oktober lalu.
“Awalnya perusahaan mengurangi jam kerja. Perkembangannya merumahkan karyawan, dan akhirnya berujung PHK. Prosesnya berlangsung sejak awal Oktober. Kami mendapatkan laporan langsung dari perusahaan yang bersangkutan, ” katanya.